Malam pertama ketika
aku berkunjung kerumah sederhanamu di perantauan, 19.30 setelah isyak tepat
para jama’ah keluar dari masjid aku nyalakan mesin dan keluar dari rumah
perlahan roda berputar berpadu seirama dengan gerak pergelangan tangan, satu
persatu pakaian putih lengkap dengan sarung dan sajadah terpasang di pundak
kulewati dengan santainya, satu dua dari pereka kusapa dengan senyuman. Malam
yang sunyi dan jalanan kamal nampak lenggang di pukul 19.30 ba’da sholat isya’
hanya sesekali lewat sepeda matic plat M. full gas mulai aku meniru gaya rosi
dengan motornya di lintasan lurus sangat kencang dan sendiri di jalan panjang
dari kamal hingga pertigaan. Takterdengar suara hewan malam yang biasa bersenandung
di sepanjang jalan, kiri kanan terlihat gelap tak satupun pemandangan padi yang
menghijau padahal ini sudah waktunya musim tandur.
(musim tanam dalam jawa)
Sementara itu didepan
kos terlihat dari jauh kau dan temanmu duduk bersandar di tembok menanti
kedatanganku. Tak harus menunggu lama 10 menit aku sudah tiba di lokasi dengan
gaya biasa tanpa make up, bedanya aku membawa kertas setebal 500 halaman sesuai
pesananmu yang ku tenteng di tangan “Novel Rindu” adalah keinginan lamamu,
entah kau ingin menghabiskan ceritanya atau hanya ingin melihat ratapan kisan
cintanya, jelas kau lebih suka buku-buku Tere Liye seorang sastrawan penulis
yang tampan itu daripada 30 halaman kisah karl max atau Adorno pemikir-pemikir
sosiologi yang selalu kita bicarakan bahkan kita caci setiap hari.
Senyum manis kau
tawarkan padaku malam itu seolah mengajak berlama-lama menikmati sepinya
malam., rumah di pinggir jalan membuat pemandangan lalulalang sepeda motor
seharusnya terekam atau sesekali mobil lewat seharusnya ada ditambah rumah yang menghadap langsung ke arah jalan
dan gedung terbesar di pulau ini namun nyatanya suasana tetap hening,
perkumpulan remaja di samping kos juga tak menunjukkan tawa lepasnya, mereka
hanya sesekali teriak namun itu tidak keras tak cukup memecahkan keheningan
malam yang mulai sepi sejak evi memutuskan meninggalkan kami berdua di depan
rumah, hari itu, malam pertama bersama
cahaya sabit yang perdetik sempurnakan lengkungannya menambah manisnya
malam.
Banyak kata yang
terlahir dari obrolan tengah malam itu, aku, kau dan pilihan diksi yang terucap
cukup bersahaja namun berirama seperti narasi yang tersusun rapi menembus waktu
hingga 12 tengah malam hingga aides dan Gryllidae berkoalsi membuyarkan
indahnya malam.
0 Comments