Konflik antara PSSI dan Menpora dalan Teori Patron Klien

Nama              : Abd.Rohaman
Nim                 : 120521100101
Jurusan          : Sosiologi kelas C
Mata Kuliyah            : Sosiologi Konflik
Tugas  : Konflik antara PSSI dan Menpora dengan teori  patron klien

Konflik antara PSSI dan menpora merupakan sebuah konflik runtutan, atau imbas dari konflik yang ada sebelumnya. Konflik awal terjadi pada kubu PSSI yang dipimpin oleh  kepengurusan Nurdin halid yang dinilai memiliki banyak kecacatan dalam menggulirkan liga, dan berbagai keputusan yang memihak, seperti pada kompetisi dinilai kekuasaan akan dimiliki oleh-oleh tim yang memiliki pamor lebih, seperti apabila dalam sebuah kompetisi dinilai penyelenggara pertandingan akan lebih memihak kepada tuan rumah. Kejadian yang demikian tercium ke ranah publik, masyaraat pecinta bola dan pemerhati kompetisi liga di Indonesia kemudian memutuskan untuk mereformasi kepengurusan PSSI sehingga menjadi kepengurusan ang baik dan ideal, berbagai aksi ditunjukkan oleh suporter dan pemerhati sepak bola, kemudian muncul nama Arifin panigoro yang kemudian membentuk liga tandingan bagi liga yang di naungi oleh PSSI, liga ISL yang digadang-gadang merupakan sebuah liga yang legal dinilai sudah tidak sesuai dengan harapan pecinta sepak bola indonesia.
Liga tandingan yang dibentuk merupakan sebuah liga yang dinaung oleh politisi Arifin panigoro, dari pembuatan liga baru yang mereka namakan sebagai LPI (Liga Premier Indonesia) menjadi awal mula perpecaran tim dan kompetisi, bukan hanya tim dan kompetisi yang kemudian terpecah, elemen yang terpenting dalam sepak bola ikut terpecah (suporter). Dengan dukungan yang kurang kuat sehingga LPI tidak dapat bertahan lama, hanya separuh musim bergulir, liga yang awal mulanya terbentuk dikarnakan geramnya sebagian suporter dan pecinta sepak bola dengan kondisi persepekbolaan tanah air yang mulai carut-marut berhenti di pertengahan musim dengan tim Surabaya sebagai juara.
Bubarnya LPI sebagai liga tandingan yang diangga ilegal dinilai ada unsur politis, hal tersebut semakin terlihat setelah Arifin panigoro mencalonkan diri menjadi ketua umum PSSI dalam konggres PSSI, dengan dukungan dari 78 pemilik suara Arifin panigoro mengajukan diri menjadi calon ketua umum PSSI. Hal tersebut menjadikan penafsiran politis oleh sebagaian masyarakat, dinilai pembuatan liga tandingan tersebut merupakan sebuah alat untuk mendapatkan suara dar berbagai pihak yang dinilai mampu untuk memberikan hak suaranya, terbukti dengan 78 orang yang memiliki hak untuk mengeluarkan suaranya Arifin pangoro diusung sebagai calon ketua umum dalam konggres PSSI.
Pengusungan Arifin panigoro tersebut menjadikan geram Nurdin Halid yang masih menjabat sebagai ketua PSSI, sehingga dengan cara Nurdin halid, Arifin Pabigoro gagal menjadi calon ketua umum PSSI dalam konggres tersebut, gagalnya Arifin panigoro menjadi calon ketua umum PSSI dalam konggres dikarenakan Arifin panigoro mencoba merusak PSSI dengan membentuk liga tandingan yang pada waktu itu PSSI menaingi ISL sebagai liga yang legal. Keputusan yang  dinilai oleh kubu Arfin sebagai keputusan yang memihak dikarnakan pada kasus yang berbeda urdin halid juga pernah terlibat dalam pelanggaran kriminal, dan syarat untuk menjadi ketua PSSI adalah bersih dari kriminalitas.
Konflik yang semakin panas menghasilkan peringatan dari FIFA selaku induk sepak bola. Mendengar FIFA akan menurunkan sanksi kepada persepak bolaan indonesia membuat Menpora dan jajarannya turut ikut menyelesaikan konflik dalam persepak bolaan indonesia tersebbut. Jalan yang di tempuh oleh FIFA adalah dengan membentuk sebuah Komite yang bertugas untuk menghelai pertikaian di berbagai kubu,Komite Normalisasi yang dibentuk oleh FIFA kemudian memutuskan untuk tidak meloloskan kedua calon yang mengajukan untuk menjadi ketua umum dalam konggres PSSI. Calon tersebut adalam Nurdin Halid dan Arifn Panigoro.
Ahirnya Komite Normalisasi berhasil melakukan konggres dengan terpilihnya Johar Arifin Husein sebagai ketua umum PSSI periode 2010-2015. Dengan berjalannya kepengurusan beru tersebut pihak pecinta sepak bola tanah air berharap kompetisi kembali bergulir seperti biasa dan persepak bolaan nasona dapat berkembang dengan baik, nyatanya pengurusan Johar Arifin dinilai sama dengan kepengurusan-kepengurusan yang sebelumnya, Johar yang merupakan bagian dari Arifin panigoro dinilai lebih mementingkan golongan daripada persepak bolaan indonesia, terbukti dengan bergantinya kompetisi ISL menjadi IPL dan tim-tim yang telah didegradasi sebelumnya kini mulai dimasukkan kembali dalam liga.
Dari keputusan tersebut menimbulkan perpecahan kembali, sebagian tim yang tida terima dengan masuknya tim yang telah di degradasi membuat mereka keluar dari kompetisi liga dan menjalankan liga seperti biasa dengan nama ISL, dengan bergulirnya kembali ISL yang pada waktu itu menjadi liga ilegal sehingga berdampak besar kepada para pemain, hingga suporter. Terjadi dualisme tim seperti surabaya yang di kloning sehingga suporter terpecah menjadi dua tim, parahnya, suporter tersebut bentrok hanya karena beda pandapat dari kedua timdengan nama yang sama.

Jika kita kaitkan dengan teori Patron-klien, bahwa sebuah kekuasaan untuk memberikan keputusan adalah milik dari patron atau bisa disebut dengan penguasa, dalam dunia perekonomian seorang patron dapat diartikan sebagai pemilik modal yang banyak sehingga kekuasaan dan wewenang yang diberikan wajib untuk di patuhi oleh klien yang dalam hal ini adalam seorang buruh yang tingkat kesetaraan strata lebh rendah dibanding dengan patron yang memiliki kekuasaan lebih tinggi, dalam kasus PSSI dan Menpora ini sebenarna konflik yang terjadi adalah dalam diri PSSI sendiri yang terlibat dalam permainan politik, para oknum yang terdapat dalam PSSI membuat PSSI menjadi kacau, peran dari Menpora sebagai badan yang mempunyai kekuasaan lebih tinggi dari PSSI berfungsi sebagai penengah sehingga dalam kasus yang terjadi di PSSI, menpora berfungsi sebagai pelerai, kejadian yang sama dlakukan oleh menpora dan FIFA dalam kasus di era nurdin halid, sehingga mempunyai wacana sanksi dari FIFA, peran menpora sebagai badan tertinggi dalam negara yang menaungi PSSI diharapkan mampu meleraikan konflik yang terjadi, cara menpora dengan membekukan PSSI dinilai sebuah jalan bagi Menora untuk dapat meleraikan konflik yang terjadi dalam diri PSSI.

Post a Comment

0 Comments